“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan
bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus,
yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu
seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di
sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya
(saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas
cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia
kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. An-Nur : 35)
Iman kepada Asma’ dan Sifat
Allah -‘azza wajalla-
Iman kepada Asma’ (nama-nama) dan
sifat-sifat Allah -swt- , yakni :
menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat yang sudah ditetapkan Allah untuk diri-Nya dalam kitab suci-Nya
atau sunnah Rasul-Nya dengan cara yang sesuai dengan kebesaran-Nya tanpa tahrif
(penyelewengan makna), ta’thil (menafikan makna), takyif (menanyakan
bagaimana?), dan tamsil (menyerupakan).
Allah -swt- berfirman:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Allah mempunyai Asmaaul husna, maka
memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” ( QS.
Al-A’raf : 180).
Allah –swt- berfirman:
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى وَهُوَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
“Allah mempunyai sifat yang Maha
tinggi; Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nahl: 60).
Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“… tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Melihat.” ( QS.
Asy-syura: 11).
Dalam masalah Asma’ dan sifat
ada dua golongan yang tersesat, yaitu:
1. Golongan Mu’aththilah, yaitu mereka yang
mengingkari seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah atau mengingkari
sebagiannya. Menurut dugaan mereka, menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah
dapat menyebabkan tasybih (penyerupaan), yakni menyerupakan Allah -swt- dengan
makhluk-Nya.
Pendapat ini jelas keliru karena:
a. Dugaan di atas akan mengakibatkan hal-hal yang batil atau
salah, karena Allah -swt- telah menetapkan untuk diri-Nya nama-nama dan
sifat-sifat, serta telah menafikan sesuatu yang serupa dengan-Nya. Andaikata
menetapkan nama-nama dan sifat-sifat itu menimbulkan adanya penyerupaan,
berarti ada pertentangan dalam kalam Allah, yakni sebagian firman-Nya betolak
belakang dengan sebagian yang lain.
b. Adanya persamaan nama atau sifat dari dua zat berbeda
tidak mengharuskan persamaan keduanya dari segala sisi. Anda melihat ada dua
orang yang keduanya manusia, sama-sama mendengar, melihat dan berbicara, tetapi
tidak harus sama dalam makna-makna kemanusiaannya, pendengaran, penglihatan, dan
pembicaraannya. Anda juga melihat beberapa binatang yang punya tangan, kaki dan
mata, tetapi persamaan itu tidak mengharuskan tangan, kaki dan mata mereka sama
persis. Apabila antara makhluk-makhluk yang serupa dalam nama atau sifatnya
saja memiliki perbedaan, maka tentu perbedaan antara khaliq (pencipta) dan
makhluk (yang diciptakan) akan lebih jelas lagi.
2. Golongan Musyabbihah, yaitu golongan yang
menetapkan nama-nama dan sifat-sifat, tetapi menyerupakan Allah -swt- dengan
makhluk. Mereka mengira hal ini sesuai dengan nash-nash Al Qur’an, karena Allah
berbicara dengan hamba-hamba-Nya dengan sesuatu yang dapat difahaminya.
Anggapan ini jelas keliru ditinjau dari beberapa hal, antara lain :
a. Menyerupakan Allah -swt- dengan makhluk-Nya jelas
merupakan sesuatu yang batil, menurut akal maupun syara’. Padahal tidak mungkin
nash-nash kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasul menunjukkan pengertian yang batil.
b. Allah -swt- berbicara dengan hamba-hamba-Nya dengan
sesuatu yang dapat dipahami maknanya. Adapun hakikat makna yang berhubungan
dengan zat dan sifat Allah hanya diketahui oleh Allah saja.
Apabila Allah menetapkan untuk diri-Nya bahwa Dia Maha Mendengar, maka
pendengaran itu sudah maklum dari segi maknanya, yaitu menangkap suara-suara.
Tetapi hakikat hal itu, bila dinisbatkan kepada pendengaran Allah tidak
diketahui, karena hakikat pendengaran sangat berbeda, walau pada makluk-makhluk
sekalipun. Tentulah perbedaan hakikat sifat pencipta dan yang diciptakan lebih
jauh berbeda.
Apabila Allah -swt- memberitakan
tentang diri-Nya bahwa Dia bersemayam di atas Arasy-Nya, maka kata
"bersemayam" dari segi asal maknanya sudah maklum, tetapi hakikat
bersemayamnya Allah itu tidak dapat diketahui. Karena bersemayamnya para
makhluk, satu dengan lainnya sangat berbeda, seperti contoh; bersemayam di atas
kursi berbeda dengan bersemayam di atas hewan tunggangan, bila bersemayamnya
seorang makhluk saja berbeda apatah lagi bersemayamnya sang khalik dengan
bersemayamnya para makhluk, tentu lebih jauh berbeda lagi.
Buah iman kepada Allah:
1. Merealisasikan pengesaan Allah -swt- sehingga tidak
menggantungkan harapan kepada selain Allah, tidak takut kepada yang lain, dan
tidak menyembah kepada selain-Nya.
2. kesempurnaan cinta kepada Allah, serta mengagungkan-Nya
sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang Maha tinggi.
3. Merealisasikan ibadah kepada Allah dengan mengerjakan apa
yang diperintah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Referensi: Syarah Ushul Iman oleh
Syeikh Muhammad bin Shaleh bin ‘Utsaimin
Desain: Design Dakwah
Best Islamic Glass Wallpaper Kaca Terbaik Amazing
Beautiful Cool Design Dakwah Islam Indonesia Iskandar Alukhal Zulqarnain 3D HD
No comments:
Post a Comment